Single Track dan Double Track Sistem


Nama  : Muhammad Ikhsan Sadjilli
Kelas   : AS/3/B
NIM    : 1173010097

SINGLE TRACK DAN DOUBLE TRACK SISTEM
Dalam konsep perundang-undangan yang masih menganut sistem satu jalur yaitu Single Track System (hanya menggunakan satu jenis sanksi berupa “pidana”), penjatuhan (stelsel) sanksinya hanya meliputi pidana (straf, punishment) yang bersifat penderitaan saja sebagai bentuk penghukum.
 Double track system adalah sistem dua jalur tentang sanksi dalam hukum pidana, yaitu jenis sanksi pidana di satu pihak dan jenis sanksi tindakan di pihak lain. Double track system adalah konsep yang menganut kedua-duanya, yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan. Double track system tidak sepenuhnya menganut salah satu diantara keduanya. Sistem dua jalur ini menempatkan dua jenis sanksi tersebut dalam kedudukan yang setara.
 Dari pernyataan Barda Nawawi Arief, dapat ditegaskan bahwa “sistem dua jalur” menimbulkan Inconsistency dalam praktek penerapan sanksi. Ketidakkonsistenan ini terlihat pada tumpang-tindihnya (overlapping) antara sanksi pidana dan sanksi tindakan. Selain itu, terkesan adanya keraguan-keraguan dalam menetapkan jenis dan bentuk sanksi tindakan secara limitatif sehingga dapat mengaburkan pengertian sanksi tindak pidana itu sendiri menjadi sanksi administrative yang tidak termasuk dalam ruang lingkup hukum pidana.
              Sanksi pidana bersumber pada ide dasar mengapa diadakan pemidanaan, sedangkan sanksi tindakan bersumber pada ide dasar “untuk apa diadakan pemidaan itu”.
              Sehingga sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut.
             Fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah yang telah dilakukan seseorang melalui pengenaan penderitaan agar pelakunya menjadi jera, adapun fokus sanksi tindakan lebih terarah pada upaya memberi pertolongan pada pelaku agar berubah. Sehingga sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan dan sanksi tindakan menekankan kepada perlindungan masyarakat dan pembinaan atau pun perawatan bagi pelakunya.
             Perbedaan prinsip antara sanksi pidana dengan sanksi tindakan adalah sanksi pidana menerapkan unsur pencelaan, bukan kepada ada tidaknya unsur penderitaan, sedangkan sanksi tindakan menerapkan unsur pendidikan yang tidak membalas dan semata-mata melindungi masyarakat dari ancaman yang dapat emerugikan kepentingan masyarakat.
Sehubungan dengan perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan, para sarjana memaparkar pendapatnya:
-          Satochid Kertanegara
Menerangkan bahwa hukum pidana juga ada sanksi yang bukan bersifat siksaan, yaitu apa yang disebut tindakan (maatregel). Dia mengambil contoh sanksi yang bukan merupakan siksaan itu terdapat dalam Pasal 45 KUHP “Dalam hal penentutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun: atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintahtanpa pidana apapun”
-          Utrecht
Secara teoritis, Utrecht melihat perbedaan sanksi pidana dan sanksi tindakan dari sudut tujuannya. Sanksi pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa (Bijzonder leed) kepada pelanggar, supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Sedangkan sanksi tindakan tujuannya lebih bersifat mendidik. Dengan menutip pendapat Pompe, Utrecht menjelaskan lebih lanjut bahwa sanksi tindakan itu bila ditinjau dari teori-teori pemidanaan merupakan sanksi yang tidak membalas, melainkan semata-mata ditujukan pada prevensi khusus. Sanksi tindakan itu bertujuan melindungi masyarakat terhadap orang-orang berbahaya yang mungkin akan melakukan delik-delik yang dapat merugikan masyarakat.
      Ide dasar adanya model sanksi sitem dua jalur (double track system) adalah adanya kesetaraan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan. Ide kesetaraan ini dapat ditelusuri lewat perkembangan yang terjadi dalam sistem sanksi hukum pidana dari aliran klasik, aliran modern dan neo-klasik. Aliran klasik pada umumnya hanya menggunakan model single track system, yakni sistem sanksi tunggal berupa jenis sanksi pidana. Sudarto menyatakan bahwa aliran klasik tentang pidana bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana.
Sumber:
rickybanke.blogspot.com/2011/02/bab-i-pendahuluan.html?m=1

Comments

Popular Posts