Tindak Pidana Suap dan Gratifikasi Perspektif Hukum Pidana Islam


Tindak Pidana Suap dan Gratifikasi Perspektif Hukum Pidana Islam
Muhammad Ikhsan Sadjilli (1173010097)
Program Studi Hukum Keluarga
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung



ABSTRAK
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang tindak pidana suap dan gratifikasi perspektif hukum pidana islam. Ini adalah salah satu karya untuk memenuhi nilai tugas mandiri dalam mata kuliah Hukum Pidana Islam. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui tentang tindak pidana suap dan gratifikasi dalam kacamata hukum islam. Sehingga penulis dan pembaca mampu memahami  kedudukan suap dan gratifikasi perspektif hukum pidana islam. Makalah ini saya buat dengan mengambil beberapa referensi dari buku-buku yang penulis dapatkan dari perputakaan dan juga ada beberapa yang penulis ambil dari internet. Tentu dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan serta kesalahn. Itu semua tidak lepas dari keterbatasan ilmu dan pengetahuan dari penulis sendiri. Sehingga penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kekurangan dan kesalahan.
PENDAHULUAN
Suap adalah pemberian hadiah baik berupa uang,benda,atau apapun kepada seseorang yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam suatu bidang untuk melancarkan hal-hal yang dimaksud oleh si pemberi suap. Suap juga biasa disebut dengan istilah sogok menyogok atau uang pelicin. Orang yang memberikan suap biasanya memiliki maksud tertentu yang bersifat individu ataupun kelompok. Dengan memberikan suap maka ia berharap tujuan yang telah diajukan dapat dilancarkan tanpa harus mengurus hal-hal yang berhubungan dengan tujuannya tersebut. Jika melihat pada Undang-Undang nomor 11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap pada pasal 2 sudah dijelaskan mengenai sanksi yang akan diberikan kepada si pemberi suap berupa pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- dan pada pasal 3 dijelakan mengenai sanksi bagi si penerima suap yang diancam dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,-.
Sedangkan gratifikasi adalah tindak pindana yang dilakukan berupa pemberian barang, uang,atau apapun yang ditujukan untuk mempercepat hal-hal tertentu. Seperti misalkan dalam pengurusan pajak,ada si “A” memberikan uang kepada si “B” dengan maksud agar permasalahan pajaknya dapat diselesaikan dengan se segera mungkin. Tentu hal ini sangat merugikan bagi mereka yang memang sudah memiliki antrian untuk mengurus pajaknya masing-masing. Gratifikasi merupakan tindakan licik yang efeknya sangat merugikan orang lain.
Dari kedua penjelasan diatas,kita akan sangkut pautkan pada hukum pidana islam. Apakah hukum pidana islam mengatur tentang suap dan gratifikasi? Itu yang akan menjadi bahasan penulis pada makalah ini. Dengan segala keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis maka penulis memohon maaf apabila masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini.

Kata kunci: Suap, gratifikasi, hukum pidana islam, sanksi


PEMBAHASAN
1.       Suap ( Risywah)
A.      Pengertian Suap (Risywah)
Dalam islam,suap dikenal dengan istilah risywah yang memiliki arti upah,komisi,dan hadiah. Dan jika dilihat secara terminologi,kata risywah berarti pemberian sesuatu dalam rangka mewujudkan kemaslahatan atau memberikan sesuatu dakam rangka membenarkan yang bathil/salah atau membenarkan yang salah.[1]  Setiap agama melarang tentang tindak pidana suap karena dianggap hanya menguntungkan pihak tertentu saja,dan suap dikatergorikan sebagai perbuatan yang memutarbalikkan fakta,kejahatan dijadikan kebenaran dan mengubah yang bathil/salah menjadi haq/benar. Dengan dasar itu maka hukum postif di Indonesia juga melarang adanya tindak pidana suap dengan dibuatnya Undang-Undang nomor 11 tahun 1980. Didalam undang-undang tersebut dibahas secara jelas mengenai segala hal yang berkaitan dengan suap,baik pengertian maupun sanksi bagi pelaku dan penerima suap. Dalam tindakan suap ada 3 (tiga) unsur pidana yang harus terpenuhi,yaitu pemberi suap (Al-Rasyi), penerima suap (Al-Murtasyi), dan yang terakhir adalah barang yang dijadikan objek pemberian suap tersebut.
Jika dilihat dalam pandangan fiqih,suap merupakan pemberian sesuatu kepada seseorang yang memiliki pengaruh kekuasaan (Al-Murtasyi) pada bidang tertentu agar penerima suap mau membatalkan atau menghentikan suatu perkara sesuai dengan kemauan si pemberi suap (Al-Rasyi)[2]
B.      Larangan Suap
Suap merupakan tindakan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja,maka dari itu tindak pidana suap ini dilarang baik secara konstitusional maupun menurut ajaran islam. Secara konstitusional sudah jelas dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 1980 pasal 5 (lima) yang berbunyi “tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan”[3]. Dari pasal tersebut sudah sangat jelas bahwa tindak pidana suap ini merupakan bentuk kejahatn nyata yang apabila dilakukan dapat dikenakan sanksi pidana ataupun denda. Dan mengenai ancaman bagi pelaku dan penerima suap telah diatur dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 1980 pada pasal 2 (dua) dan pasal 3 (tiga) yang menyatakan bahwa pelaku tindak pidana suap diancam dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun penjara dan denda sebanyak-banyaknya  Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Sedangkan bagi penerima suap diancam dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun penjara dan denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Dalam hukum pidana Islam larangan mengenai suap sudah dikatakan jelas pada hadits Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW bersabda وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي اَلْحُكْمِ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ yang artinya “Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat penyuap dan penerima suap dalam masalah hukum. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Ibnu Hibban”[4]. Melalui hadits ini Rasulullah SAW bersabda dengan sangat tegas bahwa tindakan suap menyuap ini sangat dilarang dalam agama islam. Bahkan Rasulullah SAW menggunakan kata لَعَنَ yang artinya melaknat. Dalam ajaran islam jika sudah keluar kata “melaknat” maka itu merupakan sanksi yang sangat besar bagi pelakunya.  Dan di dalam Al-Qur’an pun Allah sudah menegaskan kepada kita selaku hambanya agar tidak memakan harta sesama saudara kita dengan cara yang bathil,seperti firman Allaw dala surah Al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi : وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ yang artinya “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”[5].
Selain suap yang haram,ternyata ada juga pendapat mayoritas ulama yang memberi pendapat bahwa ada suap yang hukumnya halal,yaitu suap yang dilakukan dengan tujuan untuk menuntut atau memperjuangkan hak yang mestinya diterima oleh pemberi suap atau menolak kemudhorotan, kezhaliman, dan ketidak adilan yang dirasakan oleh pihak yang memberi suap tersebut[6]
Sudah sangat jelas bahwa tindak pidana suap ini sangat bertentangan dengan hukum islam maupun dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Maka dari itu kita selaku warga negara Indonesia dan juga sebagai hamba Allah SWT hendaklah menjauhi perbuatan suap ini karena sudah disebutkan dalam pembahasan diatas tentang larangan-larangan tindak pidana suap baik dari hukum positif dan juga hukum islam.
C.      Sanksi Suap Perspektif Hukum Pidana Islam
Suap adalah salah satu kategori dosa besar.seperti yang dikemukakan oleh Al-Dzahabi dalam kitab al-kaba’ri . Ia menyatakan bahwa suap termasuk dosa besar ke-22[7]. Jadi dalam hukum islam sanksi yang diberikan kepada pelaku dan penerima suap adalah berupa dosa yang akan diterimanya di akhirat kelak. Bukan hukuman langsung seperti hukum positif yang berlaku di Indonesia yang langsung memberikan hukuman pidana penjara dan juga denda berupa materi. Dan dalam sebuah atsar ada istilah “Allah melaknat yang memberi suap dan menerima suap” setelah diatas dibahas bahwa Rasulullah SAW melaknat bagi pemberi dan penerima suap sekarang giliran Allah SWT yang melaknat. Maka semakin kuat sudah bahwa suap adalah perbuatan yang sangat dilarang dalam agama islam. Dan perbuatannya pun masuk kedalam 22 dosa besar.
2.       Gratifikasi
A.      Pengertian Gratifikasi
Gratifikasi adalah uang hadiah yang diberikan kepada pegawai di luar gaji pokok pegawai tersebut. Jika kita melihat pasal 12B dan 12C Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 TIPIKOR yang dimaksud pemberian itu bukan hanya berupa uang saja, bisa juga menggunakan benda,pemberian diskon,dan segala fasilitas yang mengindahkan si pemberi. Gratifikasi ini hampir secara menyeluruh sama dengan suap (risywah). Banyak sekali bahasa-bahasa yang digunakan untuk mengelabuhi orang lain bahwa seakan-akan yang iya berikan itu bukan merupakan gratifikasi. Biasanya mereka membungkusnya dengan kalimat seperti ini “ini ada sedikit uang, anggap saja ini uang lelah”. Biasanya mereka berdalih dengan menggunakan kata-kata seperti itu seakan-akan apa yang mereka lakukan tidak menyalahi aturan yang ada.
B.      Larangan Gratifikasi
Dalam pandangan hukum islam gratifikasi ini sama seperti suap. Gratifikasi juga disebut dengan kata risywah sehingga larangan-larangan mengenai gratifikasi hampir sama dengan larangan-larangan suap. Hanya saja yang membedakan antara gratifikasi dengan suap adalah dari cara pemberiannya,jika suap banyak dilakukan secara sembunyi-sembunyi tetap gratifikasi banyak dilakukan secara terang-terangan. Walaupun antara suap dan gratifikasi memiliki kesamaan tetapi dalam segi hukuman memiliki perbedaan di hukum positif. Pada pasal 5 Undang-Undang TIPIKOR dijelaskan mengenai hukuman bagi pelaku gratifikasi. Pemberi gratifikasi diancam dengan pidana penjara paliong singkat selama 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun penjara serta denda sebanyal-banyaknya Rp250.000.000,-[8]. Sedangkan bagi penerima gratifikasi diancam pada pasal 12 Undang-Undang TIPIKOR dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp.200.000.000,- dan paling banyak Rp.1.000.000.000,-. Dalam hukum pidana islam ancaman bagi pelaku dan penerima gratifikasi sama seperti ancaman bagi pemberi dan penerima suap.
C.       Sanksi Gratifikasi Perspektif Hukum Islam
Dalam hukum Islam istilah gratifikasi sama dengan suap yaitu risywah. Jadi secara hukuman pun sama seperti suap tidak berbeda sedikit pun. Hukuman dan dosa yang diterima oleh para pelaku dan penerima gratifikasi akan diterima di akhirat kelak berupa dosa yang sangat besar. Allah SWT melaknat orang yang melakukan gratifikasi dan begitu pula Rasulullah SAW melaknat orang yang memberi dan menerima gratifikasi karena secara proses terjadinya tindak pidana tersebut sama seperti melakukan suap. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa ancaman yang diberikan oleh Allah dan Rasulullah sama seperti tindakan suap.
PENUTUP
Dari penjelasan di atas kita bisa tarik kesimpulan bahwa suap merupakan pemberian sesuatu kepada seseorang yang memiliki pengaruh kekuasaan (Al-Murtasyi) pada bidang tertentu agar penerima suap mau membatalkan atau menghentikan suatu perkara sesuai dengan kemauan si pemberi suap (Al-Rasyi). Pelaku suap akan mendapatkan laknat dari Allah dan Rasulullah SAW serta suap masuk kedalam dosa besar nomor ke-22 menurut Al-Dzahabi. Sedangkan gratifikasi adalah uang hadiah yang diberikan kepada pegawai di luar gaji pokok pegawai tersebut. Sama seperti pelaku suap,pelaku gratifikasi pun akan mendapatkan laknat dari Allah dan Rasulullah. Hukuman yang didapatkan oleh pelaku suap dan gratifikasi berbeda jika menurut hukum positif tetapi hukuman yang di dapat menurut hukum pidana islam sama antara pelaku suap dan pelaku gratifikasi.









DAFTAR PUSTAKA
·         Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (cet.1:Jl.Sawo Raya No. 18 Jakarta) hal.89
·         Suap dan Korupsi Perspektif Hukum Islam (khotbah Jum’at), Bersama Dakwah, hal.2
·         Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: penerbit J-ART thn 2007), hal. 46
·         Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (cet.1:Jl.Sawo Raya No. 18 Jakarta), hal.120
·         Dikutip dari Nurul Irfan,Korupsi dalam hukum pidana islam, hal.94. “pernyataan yang  dimaksud adalah suap yang melibatkan haikm dalam persidangan” Lihat kitab Al-Khabarin hal.112
·         https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt503edf703889a/ancaman-pidana-bagi-pemberi-dan-penerima-gratifikasi


[1] Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (cet.1:Jl.Sawo Raya No. 18 Jakarta) hal.89
[2] Suap dan Korupsi Perspektif Hukum Islam (khotbah Jum’at), Bersama Dakwah, hal.2
[3] http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_11_80.htm
[4] http://shohibustsani.blogspot.com/2013/07/hadist-larangan-menyuap.html
[5] Kementrian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: penerbit J-ART thn 2007), hal. 46
[6] Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam (cet.1:Jl.Sawo Raya No. 18 Jakarta), hal.120
[7] Dikutip dari Nurul Irfan,Korupsi dalam hukum pidana islam, hal.94. “pernyataan yang  dimaksud adalah suap yang melibatkan haikm dalam persidangan” Lihat kitab Al-Khabarin hal.112
[8] https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt503edf703889a/ancaman-pidana-bagi-pemberi-dan-penerima-gratifikasi

Comments

Popular Posts