NASIB TENAGA MEDIS PEREMPUAN DI MASA PANDEMIC COVID-19


Sebesar 70% tenaga kesehatan di dunia adalah perempuan, sehingga sudah bisa dilihat siapa yang lebih beresiko tertular virus covid-19 ini. Presentasi ini bisa menjadi bukti bahwa perawat perempuan lebih rentan tertular virus covid-19. Mereka berada di garis terdepan dalam memerangi virus ini. Perawat-perawat inilah yang berhadapan langsung dengan pasien yang tertular virus covid-19.

Tetapi dengan banyaknya jumlah perawat perempuan itu, ironisnya mereka tidak dilibatkan langsung dalam pembuatan keputusan dan juga perencanaan mekanisme pencegahan wabah ini. Padahal seharusnya mereka dilibatkan karena mereka yang ada dilapangan dan berhadapan langsung dengan masyarakat. Hal ini tidak lepas dari konsep patriarki yang berkembang di Indonesia. Perempuan dianggap lemah dalam pengambilan keputusan karena terlalu melibatkan perasaan.

Hal ini disebabkan karena jumlah anggota DPR masih di dominasi oleh pria. Menurut data anggota DPR yang dimuat oleh tirto.id jumlah anggota DPR perempuan periode 2019-2024 adalah 118 kursi dari 575 kursi. Maka dari itu keterlibatan perempuan dalam membuat regulasi masih sangat minim. Imbasnya keputusan yang dihasilkan pun masih ada pendiskriminasian terhadap perempuan. Hal ini dirasakan langsung oleh para perawat perempuan.

Seperti misalnya dalam pembuatan keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Indonesia, keputusan ini dirasa kurang pas karena masih membuka peluang bagi masyarakat untuk berinteraksi secara langsung. Dengan adanya interaksi tersebut, kemungkinan penyebaran virus ini pun sangat besar. Dan jika semakin banyak yang tertular maka jumlah pasien positif covid pun akan semakin banyak. Secara tidak langsung tugas dari para perawat yang di dominasi oleh peremuan ini akan semakin berat. Dengan intensitas interaksi yang tinggi antara perawat dengan pasien covid-19 ini maka resiko perawat trtular virus ini pun akan semakin besar.

Seperti data yang diunggah oleh Kompas .com, di Provinsi DKI Jakarta saja per tanggal 9 April 2020 jumlah tenaga medis yang tertular virus covid-19 ini sudah menyentuh angka 150 orang dan akan terus bertambah. Dari 150 orang tersebut, 2 orang dinyatakan meninggal dunia dan 2 orang tersebut adalah perempuan. Melihat data diatas, seharusnya pemerintah bisa memperhatikan penanganan pandemic covid-19 ini secara lebih serius lagi. Jika tetap dibiarkan seperti ini maka bukan tidak mungkin jumlah tenaga medis yang tertulas vius covid-19 ini akan terus bertambah dan angka kematiannya akan ikut bertambah pula.

Melihat besarnya keterlibatan perempuan dalam penanganan kasus covid-19 di Indonesia ini menunjukkan pentingnya memasukkan analisis gender dalam persiapan dan penanggulangan bencana. Selain untuk meningkatkan efektifitas dari intervensi kesehatan, juga untuk mendorong kesetaraan gender serta untuk mewujudkan keadilan pada layanan kesehatan di Indonesia.

Analisis gender ini dirasa penting karena para tenaga kesehatan perempuan ini tidak hanya bertanggung jawab di rumah sakit tempat ia bertugas, melainkan ia juga memiliki tanggung jawab untuk mengurus serta merawat keluarga dirumah. Jika hal ini dibiarkan, maka ketimpangan gender akan terus terjadi. Ketimpangan gender yang dimaksud adalah double borden atau beban ganda yang diberikan kepada perempuan. Para tenaga medis perempuan ini dituntut untuk multitasking atau mengerjakan dua hal secara bersamaan. Jika dilihat dari kacamata keadilan gender tentu hal ini sudah menyalahi norma yang berlaku. Keadilan berhak didapatkan oleh lelaki dan perempuan, bukan hanya bisa didapatkan oleh lelaki saja. 

Dengan berbagai macam problematika yang telah diuraikan diatas, diharapkan pemerintah bisa memberikan perhatian lebih kepada tenaga medis khususnya tenaga medis perempuan agar tugas yang di lakukan oleh mereka terhindar dari diskriminasi gender. Entah melalui pembuatan keputusan yang lebih relevan ataupun dengan keputusan lainnya.

Comments

Post a Comment

Popular Posts